Bangga
menjadi Sahabat Setia Yesus
(Faithful
Companion of Jesus/FCJ).
Namaku Karolina,
panggil saja Ina. Saya lahir dan besar di
Ende, walaupun orang tua berasal dari Lembata. Saya alumni SMK Negeri I Ende jurusan Managemen Bisnis. Saya menjadi postulan FCJ (Faithful
Companions of Jesus) sejak tanggal 9 Juni 2013,
setelah menjalani satu tahun masa aspiran. O ya, selepas SMK saya bekerja dulu di Jakarta,
di sebuah klinik seorang dokter. Di tempat
inilah benih panggilan saya mulai menampakkan kekuatannya. Bagaimana saya mengenal dan akhirnya memilih
bergabung dengan FCJ?
Kalau saya
renungkan lagi, benih panggilan ini sudah mulai ditanamkan Tuhan sejak saya
masih TK. Waktu saya di TK, berusia
sekitar 5 tahun, saya sudah bercita-cita menjadi suster. Saya senang sekali melihat sosok suster dengan jubahnya yang putih
bersih itu. Mama menjahitkan “baju
suster” untukku, setelan blus putih dan rok biru, yang kukenakan dengan bangga
ke sana-ke mari. Saya masih menyimpan
kostum tersebut sampai saat ini.
Lalu ketika
liburan sekolah, saya pergi ke Lembata. Di sana, saya melihat para suster dari
sebuah kongregasi pergi ke
kampung-kampung pada musim kering, membantu masyarakat dengan bahan pangan
karena ladang tak menghasilkan panenan.
Makin kuatlah keinginan saya menjadi suster agar dapat membantu orang
miskin seperti para suster itu.
Masa remaja di
Ende, yang juga diwarnai dengan mengenal lawan jenis, membuat benih panggilan dalam
hati saya meredup. Namun sesungguhnya ia tidak benar-benar padam. Ia tersembunyi dalam kegembiraan masa mudaku. Selepas SMK saya berangkat ke Jakarta untuk
bekerja di wilayah Menteng, yang masuk Paroki St. Theresia. Saya ingin membantu keluarga sebelum memutuskan
panggilan.
Dokter tempat saya
bekerja adalah seorang Katolik yang
saleh, yang sering membawakan buletin paroki.
Melalui buletin itulah saya mengenal para imam Yesuit dan
karya-karyanya. Saya juga terkesan
dengan sikap para romo di paroki, yang seusai misa, berdiri di halaman gereja
guna menyapa dan menyalami umat. Nuansa
gereja St. Theresia berbeda dengan gereja-gereja lainnya. Para imam di Gereja St. Theresia menumbuhkan
ketertarikan saya pada semangat Ignasian – semangat yang mereka hidupi.
Buku kenangan 100 tahun
Serikat Yesus di Indonesia semakin menebarkan pesona dalam
hatiku. Buku tersebut antara lain berisi
kisah romo-romo Yesuit awal di Indonesia.
Saya mulai berfikir, adakah kongregasi Ignasian untuk perempuan?
Pada hari minggu
panggilan, di gereja St. Theresia juga, saya mencoba mendekati beberapa
kongregasi yang hadir. Namun saya merasa “belum pas”. “Belum
ada chemistry” istilah populer saat
ini. Ada yang saya dambakan namun belum
kujumpa. Kalian pasti tahu bahwa cinta
itu masalah hati yang bisa dirasa namun sulit dijelaskan. Begitulah yang saya alami.
Setelah sepuluh tahun di Jakarta, saya
memutuskan pulang kampung untuk mulai menimbang
panggilan saya. Tanggal 3 Mei
2012 saya mendarat di Ende. Langsung keesokan
harinya saya bergegas ke Gereja St. Yosef – Onekore untuk bertemu pastor paroki. Untuk apa?
Untuk mencari informasi tentang berbagai kongregasi suster yang ada di
Ende.
Di tempat inilah
Tuhan mempertemukan saya dengan Sr. Beta FCJ. Saya yakin ini bukan pertemuan
kebetulan. Tuhan menginginkan saya menjadi perempuan Ignasian – menjadi Sahabat
Setia Yesus. Begitu saya tahu bahwa FCJ
adalah kongregasi Ignasian, saya merasa menemukan jodoh. Saya tak berpaling ke lain hati. Bahwa mereka tidak mengenakan jubah, itu tak
menjadi persoalan bagi saya. Saya ingin
menjadi Sahabat Setia Yesus, itulah yang lebih mendasar. Kini Ad
Maiorem Dei Gloriam (AMDG), yang artinya demi kemuliaan Allah yang lebih
besar, saya coba hidupi dalam hidup sehari-hari sebagai postulan.